Langsung ke konten utama

Postingan

Markas Rahasia

Ada sekelompok kunang-kunang terbang di sekitarku. Seolah mereka melambaikan tangannya supaya aku mengikutinya. Kujulurkan tangan tetapi mereka terus berlalu, hingga kami sampai di sebuah gubuk kecil yang dikelilingi pepohonan. Drum...drum..drum... Seekor kucing berdasi menabuh drum. Ada beberapa kucing lain bersorak-sorai. Kemudian datang seekor kelinci berkacamata melompat-lompat sambil memunguti wortel yang tergeletak di sepanjang jalan. Ada pula gajah yang duduk manis di bawah pohon dengan sesekali menyemprotkan air kolam ke penonton. Semua tertawa bahagia berkumpul di tengah hutan tempat biasa mereka melakukan pertunjukkan. “Rey, apa sih yang kamu lakukan? Kakak nggak ngerti deh,” suara Kak Fitri yang mengagetkanku. Seketika hutan dan segala yang kulihat di dalamnya menjadi sirna. Kunang-kunang sebagai penunjuk jalanku pun menghilang. Suara kak Fitri mampu menarikku kembali ke ruang kelas dimana aku belajar. Tepat di sampingku tak ada lagi si kucing berdasi, hany
Postingan terbaru

Eja (2)

Balonku ada lima. Rupa-rupa warnya... Begitulah lirik lagu yang dinyanyikan Kak Fitri dengan lembut tepat di samping telingaku. Lagu balon adalah lagu kesukaanku. Kak Fitri menyanyikannya dengan sangat pelan sehingga aku harus benar-benar diam untuk dapat mendengarkan suaranya. Sembari mendengarkan kak Fitri bernyanyi, aku belajar menulis dituntun olehnya. Tangan kanannya menggenggam tanganku yang kecil ini dan perlahan dituntun untuk menebali tiap kata yang ada tertera di buku. Tangan kirinya melingkupi kepalaku, agar aku dapat berkonsentrasi melihat ke arah buku. AAAAArrrrgggghhhhh........ Tiba-tiba teriakan dari Gerry, teman sekelasku, memecah seluruh konsentrasiku. Seekor tawon terbang sangat rendah di sekitar kami. Gerry yang menyadari keberadaan si tawon lantas berlari mencari tempat persembunyian. Sedangkan aku duduk terpaku di bangku karena kak Fitri terus menjagaku agar tidak berlarian selama pelajaran berlangsung. Ada kekhawatiran bahwa si tawon akan mengha

Rey dan Pemeriksaan Dokter

Matahari bersinar cerah. Langit berhiaskan awan putih yang saling berjajar seakan mereka sedang berparade. Burung-burung berkicau riang menandakan tiada mendung yang menjelang. Pagi ini begitu sempurna dan mampu membakar semangat anak-anak untuk berbaris di lapangan taman kanak-kanak. Tak nampak seorangpun yang berwajah muram kecuali satu orang yaitu Rey. Saat Rey tiba di sekolah, tak seorangpun yang tidak mendapatkan senyum dan sapaan manisnya. Senyuman itu tak berlangsung lama sejak Rey melihat Pak Dokter datang ke sekolahnya dan masuk ke ruang kesehatan. Seketika Rey berlari kecil dan bersembunyi di belakang kak Fitri. Tangannya menggenggam erat baju kak Fitri, sehingga kak Fitri tak bisa bergerak. Sikap Rey yang berubah drastis ini membuat kak Fitri penasaran. Rey hanya terdiam dan mengatupkan bibirnya. Bu Guru memanggil Rey untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Rey hanya terdiam seolah mengabaikan panggilan bu guru. Kak Fitri menggapai tangan Rey dan menggandengnya m

Marah

Setiap hari tak selalu menyenangkan, adakalanya saat-saat dimana suasana hati yang berubah-ubah mengacaukan ketenangan hari. “Rey, ayo duduk!” tegas kak Fitri yang mulai kelelahan menahan berat  tubuhku. “....aeyu...gik..gigik...khkhkhkhkh...kakik..kakik,” aku mengeram dan berteriak kepada kak Fitri yang terus memegang tangannku erat. Aku hanya ingin mengikuti bagaimana suasana hatiku saat ini. Rasanya ada gelora yang begitu besar dan mendorongku untuk terus bergerak dan berlari. Aku tak mengerti rasa apa itu, aku tak bisa mengendalikannya. Dorongan aneh yang menyelinap dalam tubuh kecilku ini tak kuasa lagi ku menahannya. Satu pukulan dari telapak tangan ini kulayangkan tepat pada muka kak Fitri, kemudian aku berlari tiada henti sembari teriak dan melempar semua benda yang ada di depanku. Saat aku meneriakkan segalanya, serasa satu per satu dorongan besar yang terperangkap dalam tubuh ini keluar. Kak Fitri tak lagi menahanku dan membiarkanku melakukan apapun yang kum

Kukik Berarti Kucing

Pagi itu gemuruh terdengar suara anak-anak TK yang sedang berdoa. Bersahutan melantunkan ayat-ayat Tuhan dan sesekali terdengar suara ibu guru yang memandu melalui pengeras suara. Semua anak nampak antuasias, kecuali aku. “Rey, ayo berdoa,” ucap kak Fitri kepadaku sambil menengadahkan tangannya. Aku hanya memandanginya sayu, kemudian tangan lembutnya menggampai dan membantuku menengadahkan tangan. Aku melihat langit-langit kelas tanpa sedikitpun mengeluarkan suara, berdoa atau apapun itu. Pikiranku melalang buana ke dimensi yang berbeda dari tempatku berpijak sekarang.  Sebuah pesawat kecil yang selalu kulihat di film kartun seketika datang dan mempersilahkanku masuk. Tanpa pikir panjang kulangkahkan kaki masuk ke dalam pesawat. Hanya satu pertanyaanku tentang pesawat ini, apakah aku akan mendapatkan susu jika masuk ke dalamnya? Tidak akan ada yang tahu kalau aku tak mencoba masuk. Kuhitung setiap langkah kaki ini, satu, dua, tiga, empat, lima, dan luar biasa apa yang kuli

Eja (1)

-Sudut Pandang yang jarang terlihat oleh kebanyakan orang- “Buk...buk..buk...(baca: Boot, nama julukan untuk sebuah boneka monyet),” ucapku. Seorang gadis muda menyahut, “Ibuk? (baca: ibu)”. Akupun hanya terdiam dan bergumam dalam hati, bukan itu yang kumaksudkan . Boot ini merupakan sebuah karakter monyet kecil yang banyak akal dari film kartun yang setiap hari kutonton di televisi. Saking kagumnya aku akan Boot ini, aku suka menirukan gaya dan kecerdikan akalnya. Hingga pada suatu hari mama membelikanku boneka Boot yang menjadi sahabat baikku dan mengikuti aktivitasku bahkan sampai aku tidur. Aku tak tahu apalagi yang harus kukatakan. Mungkin aku harus memeperagakan sebuah gerakan supaya gadis itu bisa mengerti. Aku segera beranjak dari bangku dan menarik tanganya. Dia menoleh ke arahku. Kuperagakan sebuah aktivitas Boot yang biasa kulihat di televisi. Masih saja gadis itu kebingungan dan tak mengerti. Ah, sudahlah mengapa begitu susah menyampaikan kepadany

Filosofi Rumah

Layaknya seekor burung, membuat sarang untuk tempat mereka berteduh, berbagi makanan dan tumbuh bersama dengan orang yang dicintai. Sejauh apapun burung terbang, dia akan kembali di waktu senja ke sarangnya. Sekalipun harus pergi lagi, tetapi ada rumah yang terbuka untuk mereka kembali. Seperti itulah rumah....                                 27-05-2015 | 02:00 p.m. |Kutapaki kembali langkah kaki menyusuri satu demi satu kenangan yang pernah ada. Setiap jalan dan lorong menjadi saksi rangkaian cerita yang pernah terukir. Gerbang sekolah yang mengingatkanku saat-saat terlambat masuk sekolah dengan Fareska. UKS yang mengingatkanku pada Ita, saat-saat kami latihan PMR bersama. Kelas-kelas yang mebuatku selalu ingin tertawa karena Hemi selalu menjadi kawan senasib karena bosannya pelajaran di kelas kami tertidur saat pelajaran berlangsung. Dan Hana orang yang keibuan dan selalu menjadi tempatku menangis saat aku patah hati dengan Faisal. Semua itu tak akan pernah hilang dalam ingata