Langsung ke konten utama

Rey dan Pemeriksaan Dokter



Matahari bersinar cerah. Langit berhiaskan awan putih yang saling berjajar seakan mereka sedang berparade. Burung-burung berkicau riang menandakan tiada mendung yang menjelang. Pagi ini begitu sempurna dan mampu membakar semangat anak-anak untuk berbaris di lapangan taman kanak-kanak. Tak nampak seorangpun yang berwajah muram kecuali satu orang yaitu Rey.

Saat Rey tiba di sekolah, tak seorangpun yang tidak mendapatkan senyum dan sapaan manisnya. Senyuman itu tak berlangsung lama sejak Rey melihat Pak Dokter datang ke sekolahnya dan masuk ke ruang kesehatan. Seketika Rey berlari kecil dan bersembunyi di belakang kak Fitri. Tangannya menggenggam erat baju kak Fitri, sehingga kak Fitri tak bisa bergerak. Sikap Rey yang berubah drastis ini membuat kak Fitri penasaran. Rey hanya terdiam dan mengatupkan bibirnya.

Bu Guru memanggil Rey untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Rey hanya terdiam seolah mengabaikan panggilan bu guru. Kak Fitri menggapai tangan Rey dan menggandengnya menuju ruang kesehatan. Untung saja Rey mau menurut kepada Kak Fitri. Kondisi ini tak berlangsung lama, seketika Rey berlari setelah melihat Pak Dokter. Kak Fitri berusaha sekuat tenaga mengejarnya. Bocah cilik ini memang memiliki tenaga yang kuat, larinya begitu kencang. Rey dan Kak Fitri berlarian hampir mengelilingi sekolah. Hap, Kak Fitri berhasil menangkap Rey saat dia sedang lengah.

Dibawalah Rey bersama kak Fitri kembali ke ruang kesehatan. Kali ini bala bantuan datang dari bu guru. Beliau bersiaga jikalau Rey berlari kembali. Dengan perlahan Rey memasuki ruang kesehatan sambil mennggenggam erat tangan kak Fitri.

Sampailah Rey dihadapan Pak Dokter yang tak terlihat seperti separuh baya memakai jas putih, dan menggunkan hadlamp di keningnya. Pak Dokter mengeluarkan stetoskopnya dan meletakkannya tepat di dada. Kemudian melihat kondisi telinga dengan senter. Ternyata ada kotoran di telinga Rey. Pak Dokter mengambil alat seperti jarum dan memasukannya ke dalam telinga Rey. Wajahnya nampak tegang dan tangannya menggemgam kak Fitri dengan semakin erat. Setelah kotoran telinganya diambil, Rey mulai bisa melepaskan genggaman tangannya. Tak nampak ekpresi kesakitan dari Rey. Kemudian Pak Dokter mengukur lingkar kepala dengan sebuah alat pengukur yang melingkar. Setelah itu giliran berat badan dan tinggi badan yang diukur. Semua instruksi Pak Dokter diikuti Rey dengan baik.

Rey mendapatkan sebuah permen vitamin sebagai hadiah karena telah berhasil mengikuti pemeriksaan kesehatan. Muram yang tadinya menyelimuti wajah Rey, kini berubah menjadi senyum bahagia. Rey lantas berlari girang menuju kelas. Sesampainya di kelas, Rey memeragakan semua pemeriksaan yang dilakukan Pak Dokter. Kak Fitri yang melihatnya hanya dapat tertawa dan terheran-heran dengan tingkah Rey.


Ternyata bagi Rey, kesan dokter di mata Rey itu menakutkan, karena dulu dia mamanya sering dimarahi Pak Dokter di depan matanya. Rey beranggapan bahwa dia juga akan dimarahi oleh Pak Dokter seperti mamanya dulu. Tetapi setelah pemeriksaan kesehatan tadi, dimana Pak Dokter memeriksanya dengan begitu baik dan sama sekali tak memarahinya, Rey menjadi senang dan tak takut lagi. 

Di kemudian hari, Rey tak lagi berlari saat akan melakukan pemeriksaan kesehatan.

#30dwcjilid5
#days4

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Markas Rahasia

Ada sekelompok kunang-kunang terbang di sekitarku. Seolah mereka melambaikan tangannya supaya aku mengikutinya. Kujulurkan tangan tetapi mereka terus berlalu, hingga kami sampai di sebuah gubuk kecil yang dikelilingi pepohonan. Drum...drum..drum... Seekor kucing berdasi menabuh drum. Ada beberapa kucing lain bersorak-sorai. Kemudian datang seekor kelinci berkacamata melompat-lompat sambil memunguti wortel yang tergeletak di sepanjang jalan. Ada pula gajah yang duduk manis di bawah pohon dengan sesekali menyemprotkan air kolam ke penonton. Semua tertawa bahagia berkumpul di tengah hutan tempat biasa mereka melakukan pertunjukkan. “Rey, apa sih yang kamu lakukan? Kakak nggak ngerti deh,” suara Kak Fitri yang mengagetkanku. Seketika hutan dan segala yang kulihat di dalamnya menjadi sirna. Kunang-kunang sebagai penunjuk jalanku pun menghilang. Suara kak Fitri mampu menarikku kembali ke ruang kelas dimana aku belajar. Tepat di sampingku tak ada lagi si kucing berdasi, hany

Filosofi Rumah

Layaknya seekor burung, membuat sarang untuk tempat mereka berteduh, berbagi makanan dan tumbuh bersama dengan orang yang dicintai. Sejauh apapun burung terbang, dia akan kembali di waktu senja ke sarangnya. Sekalipun harus pergi lagi, tetapi ada rumah yang terbuka untuk mereka kembali. Seperti itulah rumah....                                 27-05-2015 | 02:00 p.m. |Kutapaki kembali langkah kaki menyusuri satu demi satu kenangan yang pernah ada. Setiap jalan dan lorong menjadi saksi rangkaian cerita yang pernah terukir. Gerbang sekolah yang mengingatkanku saat-saat terlambat masuk sekolah dengan Fareska. UKS yang mengingatkanku pada Ita, saat-saat kami latihan PMR bersama. Kelas-kelas yang mebuatku selalu ingin tertawa karena Hemi selalu menjadi kawan senasib karena bosannya pelajaran di kelas kami tertidur saat pelajaran berlangsung. Dan Hana orang yang keibuan dan selalu menjadi tempatku menangis saat aku patah hati dengan Faisal. Semua itu tak akan pernah hilang dalam ingata

Eja (2)

Balonku ada lima. Rupa-rupa warnya... Begitulah lirik lagu yang dinyanyikan Kak Fitri dengan lembut tepat di samping telingaku. Lagu balon adalah lagu kesukaanku. Kak Fitri menyanyikannya dengan sangat pelan sehingga aku harus benar-benar diam untuk dapat mendengarkan suaranya. Sembari mendengarkan kak Fitri bernyanyi, aku belajar menulis dituntun olehnya. Tangan kanannya menggenggam tanganku yang kecil ini dan perlahan dituntun untuk menebali tiap kata yang ada tertera di buku. Tangan kirinya melingkupi kepalaku, agar aku dapat berkonsentrasi melihat ke arah buku. AAAAArrrrgggghhhhh........ Tiba-tiba teriakan dari Gerry, teman sekelasku, memecah seluruh konsentrasiku. Seekor tawon terbang sangat rendah di sekitar kami. Gerry yang menyadari keberadaan si tawon lantas berlari mencari tempat persembunyian. Sedangkan aku duduk terpaku di bangku karena kak Fitri terus menjagaku agar tidak berlarian selama pelajaran berlangsung. Ada kekhawatiran bahwa si tawon akan mengha